Senin, 16 November 2009

negara hukum

Negara hokum

Negara Hukum adalah negara yang penyelengaraan kekuasaan pemerintahannya berdasarkan hukum artinya kekuasaan negara itu didaarkan atas hukum bukan atas kekuasaan belaka atau dapat juga dikatakan pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang berpaham konstitusionalisme.
Negara hukum menempatkan Hukum sebagai hal yang tertinggi (Supreme), sehingga ada istilah supremasi hukum
Perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan atau pengertian negara hukum itu terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat manusia. Karena itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep negara hukum, perlu terlebih dahulu diketahui gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan hukum, yang mendorong lahir dan berkembangnya konsepsi negara hukum
1. Selain itu Pemikiran tentang Negara Hukum sebenarnya sudah sangat tua, jauh lebih tua dari dari usia Ilmu Negara ataupun Ilmu Kenegaraan itu sendiri
2. dan pemikiran tentang Negara Hukum merupakan gagasan modern yang multi-perspektif dan selalu aktual
3. Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai Negara Hukum sudah berkembang semenjak 1800 s.M
4. Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran Negara Hukum adalah pada masa Yunani kuno. Menurut Jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum

Rule of law yang diartikan sebagai ‘kekuasaan sebuah hukum’ merupakan tradisi hukum barat yang mengutamakan prinsip equality before law. Ungkapan yang sering mengekspresikannya adalah ‘government by law and not by men’. Diantara ciri-cirinya: adanya supremasi aturan-aturan hukum, kesamaan kedudukan di depan hukum, dan jaminan perlindungan HAM. Doktrin yang muncul pada abad ke-19 ini memberikan kebebasan bagi individu, mendasari terciptanya masyarakat yang demokratis, dan menjanjikan kepastian hukum tetapi disinyalir sarat dengan kepentingan sosial dan temporal masyarakat industrialis-kapitalis saat kemunculannya, sehingga sering missmatch dengan kondisi riil kekinian. Karenanya muncul ketidakpuasan dan kritik dalam rangka menyempurnakan rule of law. Di Indonesia sendiri rule of law diadopsi secara taken for granted sebagai satu-satunya pemikiran hukum, padahal dalam realitanya hukumnya dinilai sering tidak mencerminkan rasa keadilan sosial dan menjauh dari masyarakat. Tawaran kemudian banyak muncul untuk mempertimbangkan ‘konsep lain’ yang lebih dinamis dalam berhukum seperti rule of justice, rule of social justice, rule of moral, atau rule of Pancasila disamping rule of law, untuk menjadikan hukum lebih adil dan memihak.

Sistem hukum Eropa Kontinental
Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan- ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
Sistem hukum Anglo-Saxon
Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Negara Hukum Formal disebut juga negara hukum dalam arti sempit yaitu negara membatasi ruang geraknya dn bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara.
Negara Hukum Materiil disebut juga negara hukum dalam arti luas atau modern (welfare state) yaitu negara yang pemerintahnya memiliki keleluasaan untuk turut campur tangan dalam urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat.Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat.
Ciri-ciri Negara hukum berdasarkan Rule Of Law :
1 Pengakuan & perlindungan hak azasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan budaya.
2 Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan apapun.
3 Legalitas dalam segala bentuk.

Ciri ciri hukum berdasarkan pancasila;
• Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
• Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
• Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana ter-akhir;
• Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menurut Stahl, Ciri-ciri Negara hukum menurut eropa kontinantal memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
~ adanya perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia
~ adanya pemisahan kekuasaan
~ pemerintah haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum
~ adanya peradilan administrasi

12 prinsip pokok Negara Hukum indonesia (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. Kedua-belas prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya.

Supremasi Hukum (Supremacy of Law):

Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law):

Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan
Asas Legalitas (Due Process of Law):

Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.

Pembatasan Kekuasaan:

Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan.

Organ-Organ Eksekutif Independen:

Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula adanya pengaturann kelembagaan pemerintahan yang bersifat ‘independent’, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan.

Peradilan Bebas dan Tidak Memihak:

Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara Hukum.

Peradilan Tata Usaha Negara:

Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan tersendiri.

Peradilan Tata Negara (Constitutional Court):

Di samping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara, Negara Hukum modern juga lazim mengadopsikan gagasan pembentukan mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya mahkamah konstitusi (constitutional courts) ini adalah dalam upaya memperkuat sistem ‘checks and balances’ antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi.

Perlindungan Hak Asasi Manusia:

Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat):
Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat.

Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat):

Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Transparansi dan Kontrol Sosial:

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran
Indonesia sebagai Negara Hukum
Landasan yuridis negara hukum Indonesia:
Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, dahulu sebelum amandemen juga terdapat dalam penjelasan UUD 1945.
Negara Indonesia adalah negara hukum materiil, buktinya terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV, Pasal 33, dan Pasal 34.
Perwujudan Negara Hukum di Indonesia dituangkan dalam Konstitusi Negara yaitu UUD 1945.
Negara Hukum di Indoensia menurut UUD 1945mengandung prinsip :
- Norma Huku bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional dan adanya hierarkhi jenjang norma hukum
- Sistemnya adalah sistem konstitusi
(adanya pembagian kekuasaan negara dan pemabtasan kekuasaan negera. Dasar sbg negara berdasrakan atas hukum mempunyai sifat nomatif, bukan sekedar asas belaka).
- kedaulatn rakyat atau rinsip demokrasi
- prinsip persamaan kedudukan hukum dan
pemerintahan
- Adanya organ pembentuk UU
- Sistem pemerintahan presidensiel
- adanya kekuasaan kehakiman yang bebas dari
kekuasan lain
- Jaminan HAM

Penyelengaraan hukum di Indonesia

Untuk melihat ada tidaknya pemisahan kekuasaan di Indonesia, Ismail Suny menyimpulkan, bahwa pemisahan kekuasaan dalam arti material tidak terdapat dan tidak pernah dilaksanakan di Indonesia, yang ada dan dilaksanakan adalah pemisahan kekuasaan dalam arti formal.
Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat pembagian kekuasaan dan bukan pemisahan kekuasaan
Pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (checks and balances).
Pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat
Selama ini, UUD1945 (sebelum amanademen) menganut paham pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal, bukan pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal.
Kedaulatan rakyat dianggap terwujud penuh dalam wadah MPR yang dapat ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi ataupun sebagai forum tertinggi.
Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di bawahnya, yaitu Presiden, DPR, MA, dan seterusnya
Antara Hukum dan Demokrasi

Tahun 1985 upaya pemerintah untuk mengubah hukum di negeri ini sudah ada namun hingga sekarang tidak ada ujungnya. Sudah berapa orang presiden melalui masa-masa RUU tersebut, mungkin karena sulitnya mengubah sistem hukum yang ada karena kuatnya budaya kita atau memang tidak ada kemampuan untuk mengubahnya atau sengaja agar hukum di negeri ini seperti sekarang , padahal ahli hukum di negeri ini cukup banyak. Mengapa tidak bisa ya....”
Beberapa waktu lalu Bapak DR Bustami Rachman menulis tentang pelaksanaan hukum di negeri ini dengan mengibaratkannya pada sisi Hakim Bao yang di negeri asalnya sangat terkenal akan keadilan dalam penerapan hukum. Tulisan tersebut ingin menggambarkan betapa pelaksanaan hukum di negeri ini semakin kurang profesional. Sebuah surat kaleng menjadi bahan uji kemampuan jaksa dan polisi untuk mencari bukti, BUKAN SURAT RESMl.

Hanya sekedar “surat kaleng” itulah sebagian makna yang tersimpan dalam tulisan Pak Bustami Rachman dan beberapa hal lainnya dalam menyingkap pelanggar hukum yang sudah tidak memperhatikan norma dan etika yang notabene ada target khusus dari lembaga tertentu.

Selanjutnya beberapa saat kemudian adinda Fachrizal menulis tentang hukum yang ada di negeri ini dengan “Tanpa Judul”. Menggambarkan eksistensi pelaksanaan hukum di negeri ini yang menggarisbawahi beberapa makna dari preskripsi Bapak DR Bustami Rachman. Tulisan tersebut tentunya sangat menarik karena mengulas hukum yang katanya di negeri asalnya sudah dimuseumkan. Mungkin saja begitu.

Sebuah preskripsi atas hukum di negeri ini. Saya tertarik ingin menyampaikan bahwa setiap negara atau bangsa memiliki sistem hukum sendiri. Hal ini dapat kita lihat dalam sejarah bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun. Itu kata sejarah. Bukan kata saya.

Secara teoritis dalam sistem hukum tersebut memiliki 3 unsur esensial yaitu materi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Walaupun ada perbedaan dalam konteks Indonesia terkait unsur sistem hukum sebagaimana diungkapkan oleh Maman dari Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Mengingat Indonesia dijajah cukup lama oleh Belanda maka pengaruh sistem hukum Eropa kontinental yang dibawanya sangat kuat, yang sangat disayangkan sekali konsep tersebut terjadi 350 tahun lalu yang anehnya sistem tersebut masih dipergunakan hingga saat ini.

Sisi lain negera kita termasuk negara hukum yang demokratik sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Siapa saja boleh mengemukakan pendapat. Namun demokrasi yang tercurah saat ini hampir sulit dipredikasi mengacu pada demokrasi yang bagaimana dan seperti apa, karena semua orang merasa dirinya benar dan lebih cantiknya lagi selalu mengatasnamakan ‘RAKYAT”.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar